Tulisan ini kami buat saat merenung di dalam ruangan sempit yang biasa disebut water closet (youknowwhatimeanyeah). Pada intinya tulisan kali ini sangat jauh dengan tulisan biasa yang Sajian Kira suguhkan untuk pembaca sekalian. Menerima Diri hanya berisi ulasan singkat tentang curahan energi yang terkuras dalam kurun waktu sebulan belakangan.
A. Apasih Menerima Diri
Kami tidak tahu apa kata lain dari menerima diri yang tepat disuguhkan sebagai judul atau pengantar judul. Namun, kami akan hit the point dengan blak-blakan. Pada intinya menerima diri adalah proses lanjutan setelah diri ini melakukan healing, dengan ya tetap menjalani hidup dengan normalnya.
Biasanya saat pertama kali ditempa masalah, pada orang perfectionist umumnya, mereka akan blame on their self, mereka cenderung menyalahkan diri mengapa sih tidak sempurna langkahnya atau hasil yang diupayakan.
Yup, that cases hit us so much. Beating slowly by the unexpected things, isn’t funnny things. Tak bisa dipungkiri dalam beberapa waktu belakang banyak kejadian yang menimpa kami. Namun, pada akhirnya kami harus menerima dengan lapang dada. Show’s must go on babe .
B. Kaitannya dengan Sajian Kira
Kami memang tergolong manusia yang ‘kemaruk’ atau greedy, serakah. Di saat yang lainnya berusaha untuk berjuang dengan satu dan dua hal, kami lebih dari itu. Mengikuti banyak project dan perhelatan, menjadikan itu hal yang menyenangkan, menurut kami.
Yap, dalam waktu singkat bisa dikatakan setiap projectnya membuahkan hasil baik, sekadar ‘baik’ yang bahkan kami menargetkan seharusnya ‘sangat baik’.
Oh well, kami menjalani yang lainnya lagi. Yang satu selesai, menyusul yang lain, menyusul yang bagian lain, begitu terus sampai beberapa bulan ini.
Puncak beberapa waktu belakang. Rasa letih melada berkepanjangan dan tertumpuk dalam keseharian. Kami tidak menyadari hal ini tentunya. Bagi kami, respons dari hasil project dan respons para pembaca menjadi energi positif tersendiri.
Salah.
The biggest monster is coming up. Si pemilik tiap project yang menjadi kendali di belakang layar sering mengatakan tentang ketidaksesuaian keinginan mereka pada hasil yang kami berikan. Well, tiap hasil karya yang kami keluarkan pun menurut kami masih jauh dari sempurna, tapi mengapa netizen menerima-menerima saja. Kami lupa pada yang seharusnya memberikan penilaian.
The biggest fear is another level of hard breathing. Kecemasan bahkan sesak di kerongkongan menjadi efek samping dari memproses setiap hentakan itu.
Give up? No.
Quit? Almost.
Setelah badai itu menerjang dan kami tetap berdiam di tempat, rupanya ada setitik cahaya yang berkata bahwa ketika kami memutuskan hengkang, makan kami adalah pecundang.
Maka, saat matahari di pagi hari ini muncul, kami bertekad untuk tetap bangkit entah bagaimana rupa kami semalam, entah apa yang akan kami hadapai hari ini atau bahkan esok hari.
Setelah proses penyembuhan dengan mengerahkan segala cara, sampailah pada hari dimana kami harus menerima setiap rasa yang ada. Entah yang buruk atau yang manis sekaipun.
Lalu barulah terbesit bahwa selama ini yang kami kerjakan bertubi-tubi layaknya lari dari satu masalah ke masalah lain, menutupi satu lubang dan menggali lubang masalah yang lain.
Maka, pada hari yang cerah ini, semoga segala bentuk penyembuhan atau terapi yang kami lakukan bahkan jika ada beberapa pembaca yang sedang melakukan hal yang sama, kami akan berpesan bahwa kalian/kami telah melakukan hal besar, jangan pedulikan apa kata orang selama berjalan di jalan yang benar, selama itu pula kalian/kami harus tetap berjuang. Karena berjuang itu adalah bagian dari kehidupan. Dan menerima diri adalah bagian dari berjuang itu sendiri. Semoga semesta dan Tuhan memberkahi .
Post a Comment
Post a Comment